Sabtu, 19 Mei 2012

Puisi: Menanti Pelangi



Ku cuba gapai lingkaran pelangi dinihari,
Namun tujuh warnanya terus menyepi,
Rupanya cahaya suria masih malu,
Aku bahkan terus menanti  di tepi pantai ini,
Sehingga ke hujung syafak,
Tapi pelangi tetap tidak muncul,
Suria juga sudah tenggelam.
Aku terus  melangkah sehingga kaki mulusku semakin perit,
terpijak kerikil dan pasir kasar,
Namun aku terus menanti  warna pelangi,
Bersama cinta dan sebuah harapan.

Menanti pelangiku muncul
Sambil saja  aku terus menari,
Hati ini juga akan terus menyanyi,
Walaupun nada lagu ku juga kian sumbang,
Ranting kayu dan dedaun kering ku lontar jauh-jauh,
Sesekali terpandang umang dibalik cengkerang,
Sedangkan hujan gerimis  juga telah berhenti,
Mentari juga mulai tersenyum
Sedang senja sudah berada di ufuknya,
Mungkinkah rintik masih tidak mampu membersihkan noda,
Mungkinkah kesan hitam juga masih tidak terpadam,
Sehingga jalur warnamu juga tidak kenampakan sinar,
Meskipun senja begitu indah di garisan horizon,
Atau mungkinkah pelangi,
Warna-warna mu bukan untukku,
Kau hanya muncul kala mataku tertutup,
Membayangkan  kehadiranmu  dalam mimpi-mimpiku.

29/04/12
Ramlah AR Kota Kinabalu

Puisi: Di Sepertiga Malam





Ketika awan hitam,
Gulana tidurku meresah,
AKu cuba tutup mata agar malam ku lebih panjang,
agar lenaku lebih tenang,
Dengan putaran mimpi-mimpi indah,
Namun terasa diri  dikejutkan dan digerakkan,
Agar jangan terus terlena.
Ke kiri salah, menoleh kanan juga salah,
Ketika terlentang menatap siling,
Bisa dan sengal terus menusuk tajam,
Seakan segera minta aku bangun dan terjaga.

Di sepertiga malam mendingin,
Di atas sehamparan sejadah hijau,
Aku menangis menahan hiba,
Rupanya aku terlena sepanjang hari,
Aku leka pada  pesan dan ikrar,
Aku  datang dengan telanjang,
Aku ingin pulang dengan sepasang pakaian.
Seulas benang pun masih tidak mampu aku anyam,
Sekujur tubuhku kian menggigil kedinginan,

Adakah laut mati terus menghitam,
Mampukah gunung menjadi bukti  keteguhan iman,
Bersama sekepal tanah,
bersama tiupan nyawa,
dan denyutan jantung itu terus berdetik,
untuk menjadikan aku yang punya darah dan jasad,
Sekujur tubuhku juga bersuara,
Jangan biarkan derita itu melemahkan hatimu,
Meski tekak semakin kering dan loya,

Ini semua tentang janji,
jauh ke lubuk hati dan segenap nadi.
Lalu janjiku termeterailah satu kehidupan.
Di sepertiga malam akan bersatu,
CintaMu juga cintaku
RinduMu juga rinduku
KasihMU,juga kasihku,



Nukilan Resah:
RAMLAH ABD RASID
KOTA KINABALU.
30/04/2012

Puisi: Cinta Beralas Kabus



Ketika dingin menyentuh mesra,
Mentari pula masih tersipu,
Dengan semangat Akinabalu,
Kau melangkah sambil tersenyum,
Di sini cintamu kau rakul padu...

Tiada pernah kau mengeluh kesah,
Kala beban disandar ke bahu,
Tika itu kau jadi tahu,
Ada perut perlu kau isi,
Ada mulut kau suap nasi,
Di hadapanmu ada mereka,
Di hadapanmu ada cinta.


Meski lantaimu dari tanah,
Meski tidurmu berdinding pepohon.
Bumbungmu kekadang beratapkan awan.
Lingkaran akar dan debunga harum,
Menjadi aroma langkah-langkahmu,
Cengkerit dan kicauan burung,
Menjadi halwa irama hatimu.


Kuntuman senyum masih mampu kau lontarkan,
Kata-kata semangat itu kecintaanmu,
Walau tak mampu kau berikan kemewahan,
Mengecap erti kehidupan itu lebih dari cukup.
Tiada pernah juga kau terlelap,
Pada satu janji dan tanggungjawab.
Itulah kisah cintamu Badang,
Sebuah cinta beralas kabus
Di kaki gunung Kinabalu.

Nukilan Rasa:
RAMLAH ABD RASID,
KOTA KINABALU.
21/04/2012
( Sebuah rasa  dari lembah ke kaki gunung buat Badang Kinabalu )

Soal Hati




Kata mu bila ku bertanya,
Untuk apa mawar tersemat di dada?
Jawabmu haruman itu mengingatkanmu dia ada.
Aku terus bertanya pada mu di sana,
Mengapa malammu bermain mimpi?
Katamu itulah impianku,
Aku terus mendesakmu lagi,
Mengapa kau masih memandang bulan?
Katamu  rinduku tiada berwajah.

Katamu kau tak pernah jatuh cinta!
Tapi ku lihat pipimu basah?
Katamu lagi kau tak pernah kecewa,
Tapi mengapa tidurmu tak lena?

Aku merenung dan terus memandang matamu,
Apakah itu buktinya kau jatuh cinta?
Jawabmu
Itu bukan sekadar cinta,
Kerana katamu,
kasihku bukan pada nama,
sayangku berada di mana-mana...!   

Ramlah AR
26.07.2010
Johor Bahru
( Puisi yang sekian lamanya aku simpan )

Puisi: Perahu



Ketika waktu di hujung senja
Burung ketitir di atas pohon
Seakan mendendangkan gurindam lama
Sambil melihat perahu usang
Di atas puadai biru
Terikat padu dipancangan
Terlena dibuai alunan ombak

Aku seumpama perahu itu
Bersama buih-buih gelombang
Terolang-aling di buai gelora
Lalu diseret ke tepian pasir putih,
Yang terluka ditusuk kersik
Yang terguris  pada kerikil
Lalu lekang dimamah mentari

Aku umpama perahu usang itu
Bagai penanti yang tidak pasti
Bergenang sayu memandang ke laut
Tersadai sepi tanpa suara
Dan terus menatap nasib di tepian
Sambil memandang waktu yang kian kelam…..
                                                                                  Hasil Nukilan:
                                                                                  Ramlah AR
                                                                                  18/05/12

Puisi:...Kalau...Kerana



Kalau… kau jatuh cinta,
   kau luahkanlah
Kalau… kau sayang,
   kau tunjukkanlah
Kalau… kau suka,
   kau katakanlah
Kalau… kau sudi,
   kau nyatakanlah...
Kerana… kalau kau diam,
   kau memendam
Kerana… kalau kau menyendiri,
    kau bersedih
Kerana… kalau kau membisu,
    kau tersipu
Kerana… kalau kau terluka,
    pastinya kau kecewa…!

Nukilan Rasa:
Ramlah  Ar
Kota Kinabalu, 3/5/12

Sabtu, 21 April 2012

Puisi: Cinta Beralas Kabus


PUISI:  CINTA BERALAS KABUS
Ketika dingin menyentuh mesra,
Mentari pula masih tersipu,
Dengan semangat Kinabalu,
Kau melangkah sambil tersenyum,
Di sini cintamu kau rakul padu...

Tiada pernah kau mengeluh kesah,
Kala beban disandar ke bahu,
Tika itu kau jadi tahu,
Ada perut perlu kau isi,
Ada mulut kau suap nasi,
Di hadapanmu ada mereka,
Di hadapanmu ada cinta.

Meski lantaimu dari tanah,
Meski tidurmu berdinding pepohon.
Bumbungmu kekadang beratapkan awan.
Lingkaran akar dan debunga harum,
Menjadi aroma langkah-langkahmu,
Cengkerit dan kicauan burung,
Menjadi halwa irama hatimu.

Kuntuman senyum masih mampu kau lontarkan,
Kata-kata semangat itu kecintaanmu,
Walau tak mampu kau berikan kemewahan,
Mengecap erti kehidupan itu lebih dari cukup.
Tiada pernah juga kau terlelap,
Pada satu janji dan tanggungjawab.
Itulah kisah cintamu Badang,
Sebuah cinta beralas kabus gunung Kinabalu.
Nukilan Rasa:
RAMLAH ABD RASID,
KOTA KINABALU.
21/04/2012